Rabu, 07 Mei 2014

PEREMPUAN DAN SENJA

Another Story of Twilight

Oleh : Wilhelmina Mitan

Pict from here

Perempuan itu terus berjalan menyusuri pantai. Sore itu. Aku menguntitnya sambil memperhatikan langkahnya yang gontai. Menginjak kembali bekas kakinya di hamparan pasir. Seringkali ia berhenti sekedar mematung disuatu tempat sambil memandang lurus hamparan laut di depannya. Wajahnya datar tak berekspresi. Sesekali tangannya bergerak, merapikan helaian rambutnya yang berterbangan berantakan karena kejahilan angin pantai.

Aku melihat ke ufuk barat, matahari sebentar lagi kembali ke peraduannya.  Senja segera tiba. Mungkin wanita itu sedang menunggu senja. Batinku, menjawab sendiri rasa penasaran yang menghimpitku tentang perempuan itu. Aku menatap kesekeliling pantai. Senja kali ini sepi. Tak ramai seperti biasanya.

****

Aku memang sering datang kesini, tepat lima belas menit sebelum pukul lima. Aku sengaja menunggu senja. Menyaksikan puing-puing matahari berwarna merah jambu adalah kewajibanku setiap sore tiba. Pada musim apapun aku akan terus berada disini. Mengantar matahari. Dan menyambut senja. Lalu mengucapkan selamat datang kepada malam.

Lalu perempuan itu. Aku baru melihatnya tujuh hari terakhir ini. Ia selalu datang tepat pukul lima. Mengenakan baju yang sama, kemeja orange, dengan sebuah syal putih yang setia menggantung di lehernya. Petualangan senjanya selalu diawali dengan langkah gontai menelusuri pantai, menatap laut, lalu berakhir di gubuk kecil pinggir pantai ini. Sore ini aku sengaja menunggunya. Aku ingin ngobrol dengannya. Mungkin ia butuh teman ngobrol.

****

Senja sore ini perlahan mulai memudar. Langit merah jambu perlahan menjadi kehitaman. Hari sudah gelap. Perempuan itu sedang duduk di gubuk itu. Menatap laut. Sendirian. Aku melangkah mendekat. Duduk disampingnya. Ia tetap diam. Ekspresinya tetap datar. Tanpa senyum. 

Sudah malam ya…?” aku memulai obrolan. Perempuan itu hanya menoleh kearahku tanpa menjawab.

Senja sudah pergi. Aku sangat menyukai senja. Karena itu aku sering kesini ketika sore tiba. Senja telah mengajarkanku banyak hal tentang arti menunggu yang sesungguhnya.”

Menunggu…???” kalimatku telah memancing suaranya. Mungkin saja hanya kata menunggu yang menarik baginya.

Aku benci kata menunggu. Aku tidak tertarik dengan senja.” Lanjut perempuan itu seakan mengetahui jalan pikiranku. Aku terdiam. Aku bingung. Jika ia tidak menyukai senja lantas mengapa ia selalu mengunjungi pantai menjelang senja??? Mungkinkah ia hanya menyukai suasana pantai disore hari. Ah ntahlah… Aku masih enggan bersuara. Aku terus terdiam, hingga ia melanjutkan kalimatnya.

****

Aku seorang perempuan yang mengagungkan senja. Mencintai setiap alur merah jambunya yang merona indah menjelang malam. Bagiku senja mengajarkan tentang arti menunggu yang sesungguhnya. Bahwa tidak akan ada hal yang sia-sia pada setiap tunggu. Seperti ketika aku merindukan senja pada pagi hari dan harus menunggunya datang pada sore hari menjelang malam. Seperti ketika aku sedih berpisah dengan senja pada sore hari dan harus menunggu lagi kedatangannya di esok hari. Dan senja memang tidak pernah ingkar. Senja pasti datang tepat waktu kepadaku yang selalu menunggunya. Ini sebuah pelajaran berharga yang diajarkan senja kepadaku. Dan aku meyakini arti menunggu ini pada setiap hal yang kutunggu disepanjang hidupku. Tentang angan, cinta dan cita. Aku yakin semua akan datang tepat waktu kepadaku yang selalu menunggu.

****

Dia membawaku kesini saat first date. Ada kisah yang tertinggal di pantai ini. Kala itu, setelah selesai menjepret pemandangan sekeliling pantai. Aku dan dia beristirahat digubuk ini. Aku menyandarkan wajahku dibahunya sambil melihat foto-foto pada kamera yang ia pegang. Sesekali ia menjahiliku dengan candanya. Membuatku kesal lalu minta maaf sambil memelukku erat sekali. Bahkan  hangat peluknya masih bisa kurasakan hingga kini. Perempuan itu melanjutkan kalimatnya, membuyarkan lamunanku tentang senja.

Dia…???? Siapa??? Pacar kamu??” Aku melontarkan pertanyaan beruntun padanya. Perempuan itu tersenyum lalu meneruskan ceritanya tanpa menjawab pertanyaanku secara lengkap.

Dia lelaki yang sangat aku kagumi. Aku mencintai hingga detik ini dan pada detik-detik selanjutnya yang tak terdefinisi. Aku datang kesini karena sedang menyusun kembali kenangan yang tercecer. Kenangan tentang kami. Aku datang kesini bukan karena senja apalagi menunggu.”

Lalu dimana pria itu saat ini…???” tanyaku lagi, aku semakin penasaran.

Dia pergi ke ruang yang tak bisa kurengkuh

Meninggal???”

Masih hidup. Hanya saja ia memilih ruang yang bukan aku.”

Lalu…. Untuk apa kamu masih menyusun kembali kenangan tentangnya??? Bukankah itu hanya buang-buang waktu, karena kenyataannya kamu sudah tak bisa merengkuhnya???”

Untuk menyamarkan kenyataan. Terlalu sakit jika aku hidup dalam kenyataan yang sebenarnya. Aku tahu ini memang tak bisa diubah lagi. Aku tak sanggup bertahan dengan keadaan yang begini adanya. Maka aku harus menyusun kembali kenangan tentangnya. Merasakan kembali hangat tubuhnya setiap kali aku memeluknya. Canda, tawa yang terngiang telinga. Senyum dan perhatiannya yang terlihat jelas dalam benak. Meski sendirian, namun aku bisa merasakan kembali ada’nya meski tiada. Itu membuatku merasa lebih baik.” Lalu perempuan itu tersenyum menatapku. Aku hanya diam tanpa ekspresi. Aku masih berusaha mencerna kata-katanya barusan. Aku memaksa otak dan akalku untuk bekerja cepat. Namun sebelum aku bisa memahami dengan benar kalimatnya. Ia sudah melangkah pergi, meninggalkanku tanpa pamit. Perempuan itu melangkah gontai kearah timur, sambil merapikan letak syalnya.

Hening…. Hanya suara ombak yang menguasai pantai ini. Aku masih terpaku di gubuk ini. Sambil terus memperhatikan perempuan itu yang kini hampir tak terlihat dari pantai. Ia terus bergerak kearah timur. Sesekali ia berhenti. Berdiri mematung memandang hamparan laut lepas.

Mungkin disana… ada kenangan lain yang masih perlu ia kemas. Aku membatin. Lalu berdiri meninggalkan gubuk. Aku berjalan keselatan. Menuju halte bus kota untuk kembali ke rumah.

****

Perempuan itu memang tidak menyukai senja. Namun ia tetap mengunjunginya, dengan alasan kenangan. Dan tanpa ia sadari senja telah mengajarkan sesuatu yang lain kepada perempuan itu. Bahwa senja tidak selamanya membawa kisah yang sama


The End




0 komentar:

Posting Komentar