Jalanan
itu luas banget dan selalu punya banyak cerita di dalamnya. Setiap
orang pada setiap harinya, pasti melakukan perjalanan di jalanan, ntah berjalan
kaki ataupun menggunakan kendaraan baik umum maupun pribadi. Ketika kita berada
dijalanan dimana pun itu, kita pasti menemukan berbagai hal, berbagai peristiwa
yang terjadi di sana, karena di jalanan kita pasti akan bertemu dengan
orang-orang dengan berbagai karakter, dan berbagai latar belakang. Apalagi
ketika kita berada di ibukota negara kita tercinta ini, yakni Kota Metropolitan
Jakarta.
Jakarta
lebih banyak menghadirkan cerita pada setiap lika liku jalanannya. Sejak dahulu
Jakarta sudah dikenal sebagai kota yang memiliki penduduk yang sangat padat.
Jakarta sudah seperti pusat penampungan penduduk negara ini dari berbagai suku
dan agama. Ditempat manapun, di waktu manapun (24 jam nonstop) Jakarta tidak
pernah sepi oleh keramaian orang-orang. Inilah yang membuat cerita jalanan
Jakarta tidak pernah sepi oleh keunikan bahkan keanehan sampai tragis….
Di
Kolong Jembatan Rel Kereta Api (versi gue)
Sudah
hampir 2 bulan gue punya aktivitas rutin setiap hari sebagai Staff
Accounting di suatu perusahaan swasta di daerah Gajah Mada, Sawah Besar. Gue harus
pergi pagi dan pastinya pulang malam, walaupun waktu pulang kerjanya sore hari,
tapi namanya juga Jakarta, kemacetan pasti selalu membuat kita harus
berlama-lama di jalanan, apalagi gue pake kendaraan umum, macetnya
pasti parah banget. Kecuali naek komuter atau Busway yang
memiliki jalur khusus, kita pasti akan terhindar dari macet. Tapi
berdesak-desakan itu sudah pasti dialami, bergulat dengan dempetan orang-orang
berbagai ukuran (syukur kalo gak ketemu sama yang gendut banget,,, bisa kempes
badan gue,,, heeheeheeh), menghirup oksigen mix bau keringat & BB
(bau badan) lengkap deh tuh, yahh tapi inilah indahnya jalanan, membuat
hidup menjadi berwarna….^-^
Lanjut
lagi tentang perjalanan gue ….
Pagi
harinya gue sengaja menggunakan jasa tukang ojek, bukannya untuk
memanjakan diri tapi untuk menghindari telat masuk kantor karena
halangan macet (kebetulan jalanan menuju kantor gue termasuk wilayah macet yang
parah).
Pagi-pagi
dari Cikini, tukang Ojek gue pasti menggunakan jalanan khusus untuk
menghindari kemacetan. Dan butuh waktu kurang lebih 15 menit, gue udah
nyampe kantor. Tiap pagi gue selalu lewatin jalanan
yang sama menuju kantor gue, karena memang jalanan ini yang paling
aman dari macet (menurut Tukang Ojek gue yaa *_*). Dan dari sinilah mata gue mulai
kebuka (mungkin agak lebar yaaa,,,, heheheh) karena sering ngeliat dan ngalamin banyak
cerita yang selama ini belum gue tau, atau mungkin belum gue saksiin sendiri….
Ternyata
oh Ternyata....
Gak
jauh dari kostsan gue (deket stasiun cikini) itu ada pemukiman ntah pemulung
atau apalah (gue belum tau) dibawah jembatan rel kereta Api. Jumlahnya sih gak
banyak, tapi keadaannya sangat memprihatinkan. Ada suami, istri dan anak-anak
kecil, ada yang usai nenek dan kakek, ada yang seumuran gue, singkatnya
berbagai usia ada disana, mungkin dari yang single sampai yang
berkeluarga. Tiap pagi gue sering lihat rutinitas mereka, ada yang tiduran
disana beralaskan kardus dan Koran-koran, ada yang tidur hanya beralaskan
tanah. Ada yang sedang mengais-ngais sampah, memilah-milah sampah yang masih
layak di pakai, yang layak dijual (seperti kaleng bekas, atau botol air
mineral). Ada yang sedang jualan disana, ada ibu-ibu yang sibuk masak, ada ibu
yang lagi mandiin anak-anaknya (gue gak tau dimana mereka ambil airnya, karena
disana gak ada keliatan tampungan air, mungkin ada yg berbaik hati
menolong*_*), dan masih banyak banget rutinitas mereka yang gue liahat setiap
pagi gue lewat disana.
Segala
rutinitas itu terutama mandi, masak, tidur, semuanya gak aneh buat gue, tapi
tempatnya itu yang buat gue aneh banget, sekaligus sedih banget ngeliatnya.
Selama ini gue juga mandi, tapi "tempatnya" di Kamar Mandi yang
tertutup. Gue juga sering masak tapi tempatnya itu di Dapur. Apalagi tidur
( hal yg paling menyenangkan yaa*_*), gue suka tidur tapi juga da tempatnya
yaitu di Kamar Tidur, yang ada kasurnya, bantal kepala, batal peluk, ada
selimut, dan nyaman. Tapi beda dengan mereka, segala rutinitas itu dilakukan di Kolong
Jembatan Rel Kereta Api yang terbuka. Kasian banget...
Tiap
pagi lewat disana, udaranya mendadak gak segar, karena di sana banyak banget
tumpukan sampah yang sedang mereka pilah-pilah. Awalnya sih kesel banget karena
bau, tapi setelah melihat mereka, gue udah gak apa2 sama aroma itu, (udah
terbiasa,, mungkin karena sering lewat)…. Malah gue pengen lewat terus disana
dan pengen selalu lihat rutinitas mereka....
Ngelihat
pemandangan yang mereka hadirkan buat gue setiap pagi, gue sadar dan semakin
menyadari bahwa hidup ini butuh perjuangan. Tiap orang yang hidup
selalu berjuang dengan caranya sendiri-sendiri untuk tetap bertahan.
Gue
berjuang dengan pekerjaan gue yang baru gue tekuni beberapa waktu ini, walaupun
gue harus jauh dari ortu, ngekost sendiri, dan bersusah-suah sendiri tapi
inilah cara gue berjuang agar gue bisa bertahan hidup di sini. Begitupun dengan
mereka, mereka juga punya cara sendiri untuk bertahan hidup walaupun harus
berdekatan dengan aroma sampah yang kurang sedap, harus tinggal di kolong
jembatan dan tidur beralaskan kardus, koran, bahkan tanah sekalipun, itu nggak
masalah, yang penting tetap bertahan hidup.
Buat
gue orang-orang seperti merekalah yang paling menghargai hidup, lebih tepatnya
paling menghargai hidup yang udah Tuhan kasih. Merekalah orang-orang yang
paling kuat dan tangguh memelihara hidup dan mempertahankan kehidupan yang
Tuhan beri. Ntah mereka sadar akan itu atau tidak, tapi buat gue itulah yang
berarti dari kehidupan mereka yang gue liat tiap pagi gue lewatin tempat tinggal
mereka.
Semoga
suatu hari gue bisa mampir kesana, gue pengen lebih tau tentang kehidupan
mereka selain yang gue lihat, kalaupun nanti gue gak bisa memberikan materi
buat mereka, seenggaknya gue bisa menjadi teman mereka, dan membagi kasih buat
mereka. Harapan gue, semoga mereka selalu diberi kesehatan sama Tuhan,
umur yang panjang dan berlimpah rezekinya… (AMIIIIIN)…
0 komentar:
Posting Komentar