Minggu, 21 Juni 2020

Judul Ntah Apa?

Holla, 
Kembali lagi setelah sekian purnama;
Terlalu sibuk sampai lupa cara menghitung waktu,
Banyak cerita yang sudah menjadi sejarah, dengan kisah yang menoreh banyak cerita bahwa hidup sedang memaknai sebenar-benarnya hidup.
Ada cinta, ada perjuangan, ada kecewa, ada kegagalan, 
ada keberhasilan, ada kesedihan, ada kegelisahan, 
ada amarah, ada ketakutan, ada... masih ada lagi...yang sulit dijelaskan.
Hidup punya banyak cara...
Menunjukan, melatih, membina, memberi pelajaran, membuktikan, melatih dewasa, melatih bekerja, memaksa menyesuaikan...
Ada lagi, lagi dan lagi....
Hidup.... memang sedang banyak bercerita, tentang kesungguhan menjadi manusia.


Senin, 22 Juni 2020
00:14






Read More

Selasa, 24 Juni 2014

Remember When #2



Ini catatan penting untuk memoriku. 

Dipinggir kolam renang, kita duduk menepi. Mengambil tempat paling nyaman untuk bercerita. Aku memilih bangku rotan bersandar yang baru saja ditinggal seorang pengunjung, dan kamu memilih bangku dari kayu jati setengah lapuk persis didepanku.

Aku tersenyum senang menatapmu yang jelas berada didepanku. Memperhatikan rambutmu yang kini sudah tumbuh lebih lebat dan terawat daripada kemarin. Wajahmu yang terlihat mengecil, hhmm program dietmu ternyata berhasil, gumamku dalam hati.
"Aku sudah kurus kan...?" Katamu tiba-tiba, membuyarkan lamunanku. Aku hanya mengangguk kecil. Sepertinya pikiranku dengan begitu mudahnya bisa kamu baca. Aku mengalihkan pandanganku ke pinggir kolam, mengamati beberapa remaja yang kegirangan melakukan shelfie.

Hari semakin gelap, udara pun terasa dingin menusuk tulang.  Mataku mendapati dispenser yang berdiri tegak disudut teras depan kolam. Aku melangkah mendekat, lalu membuatkanmu segelas kopi panas. Setelah bolak-balik mengambil cemilan aku kembali duduk dibangku yang sama, di depanmu.

Suasana pinggir kolam tampak sepi, hanya kita berdua disana. Kamu menyeruput kopi, sementara aku mengunyah cemilan manis. Lalu kita terlarut dalam obrolan santai. Kamu bercerita banyak malam itu. Dari perjalanan karirmu. sampai menunjukan kepadaku beberapa proyek yang sedang kamu kerjakan. Kamu terdengar begitu nyaman malam itu, menceritakan semuanya kepadaku. Bahkan berkali-kali berkeluh kesah tentang beberapa proyek yang sedang memasuki masa sulit. Aku mendengarkan dengan seksama, lalu menimpali dengan kalimat penyemangatku dengan sungguh-sungguh.

"Kamu pasti bisa. Selama ini kamu sudah menunjukan kepada semua orang yang meremehkanmu, bahwa kamu bisa berhasil sendirian tanpa uluran tangan siapapun. Aku yakin kali ini kamu juga pasti bisa berhasil. Seberapa banyak pun orang yang menghambat usahamu, aku tetap yakin kamu pasti bisa berjuang terus hingga berhasil. Karena aku tahu, kamu tidak gampang menyerah. Cukup yakin pada dirimu sendiri, dan terus berjalan lurus, berjuang terus untuk keberhasilanmu dan untuk orang-orang yang selama ini setia mensupportmu...."

Aku berhenti ketika menyadari aku kebanyakan berbicara dengan menggebu. Lalu mendapatkan kamu yang memandangku penuh arti dengan anggukan setuju. Kita berdua pun tertawa bersama. Memecah keheningan malam. Aku diam-diam memperhatikanmu yang masih terus tersenyum... aku melihat kelegaan itu dimatamu.

Aku rindu...
Aku rindu mendengarmu bercerita seperti ini. Terima kasih sudah banyak bercerita. Menjelaskan kabarmu secara mendetail dari pertanyaan "apa kabar" yang telah lama kusimpan sendiri dikala waktu memisahkan kita. 

Terima kasih, kamu tidak berubah, tetap menjadi seorang pria yang menghargai hidup dan perjuangan. Kamu masih seperti seseorang yang kukenal dulu...
Aku bahagia melihatmu baik-baik saja. 

Meski bahagiaku kali ini harus terbagi dengan wanita beruntung yang menjadi pacarmu kini... Namun, aku baik-baik saja...



"Cerita kita membias luas, terucap rapi 
dengan kedua mata saling beradu. 
Dan aku tak mau ada pemeran lain. 
Cukup aku dan kamu."

pict fromhere


Read More

Senin, 23 Juni 2014

Remember When #1

Aku memang sudah baik-baik saja sejak itu. Ketika aku tahu, aku hanya berjuang sendirian. Sedangkan kamu hanya diam disana dengan perasaanmu yang bukan milikku. Aku sadar. Aku berusaha sekuat tenaga untuk baik-baik saja secara lahir dan batin. Meyakinkan diriku bahwa kamu memang bukan takdir Tuhan untuk aku.

Maka aku memilih mundur perlahan, ketika mengetahui kamu bilang cinta dan sayang ke orang lain, menyaksikan kamu berpacaran dengan wanita lain pada tanggal yang hingga kini masih jelas terngiang di benak. Meski sakit, aku harus bisa bertahan. Mencari kesibukan demi kesibukan lain yang penting tidak bersamamu. Meski sesederhana, menyeberang jalan atau melewati kerumunan preman dijalanan hingga ke hal besar seperti meratapi rindu yang bergemuruh riuh sendirian. Aku bisa kok, sendiri tanpa kamu. Tertatih-tatih pun aku masih bisa berdiri tegak, dan bilang aku baik-baik saja.

***

Lalu tiba-tiba acara itu kembali mempertemukan kita. Mungkin kamu gak tahu. Bahwa ini pertemuan pertama setelah proses panjang yang kulewati untuk menganggapmu sekedar sahabat atau saudara seperti anggapanmu. Kamu tahu....? Aku mempersiapkan diri sematang mungkin untuk bertemu kamu diacara itu. Suatu hal yang baru buatku. Mungkin untuk sekedar bersikap aku bisa melakoni seperti biasanya. tetapi untuk perasaan hati aku perlu menatanya dengan hati-hati dan teratur. Karena bertemu kamu kali ini akan sangat berbeda dengan pertemuan kita kemarin-kemarin.

Acara

Aku datang sedikit terlambat, kebingungan di depan pintu gerbang. Lalu kamu yang melihatku terlebih dahulu, dan memanggilku masuk kemudian menuntunku hingga ke dalam ruang acara. Yang kamu lihat ya aku seperti biasa, melenggang centil, mengucap salam sambil loncat kegirangan. Kamu tahu betul. Itu kebiasaanku. Namun kamu gak tahu di dalam hatiku ada perasaan bergemuruh yang dengan susah payah aku kendalikan.

Selama acara berlangsung aku lebih banyak diam dan menyendiri. Seringkali menjauh dari keramaian menuju ke tempat yang membuatku nyaman sendirian. Aku melakukan itu berkali-kali. Dan kamu terus menemukanku dimanapun aku menepi. Kamu pasti datang dengan sapaan khasmu atau datang secara tiba-tiba lalu duduk diam persis disampingku. Berapa kali pun aku berpindah tempat, berapa jauh pun aku menepi, kamu selalu menemukan keberadaanku.

Pulang

Kita berjalan beriringan keluar gerbang. Menuju ke persimpangan jalan untuk mengambil taxi. Tetapi hujan menghentikan langkah kita. Ahh hujan jahill, pikirku. Karen hujan, kita harus mencari tempat berteduh dipinggir perkantoran. Dan aku harus berada didekatmu lebih lama lagi, aku tidak banyak bicara. Aku hanya bicara seperlunya sambil mendengar ocehanmu yang sesekali menggebu.

Hujan pun berhenti. Kita melanjutkan perjalanan dan menemukan taxi di persimpangan jalan itu. Lalu naik taxi bersamaan, karena kita menuju kearah yang sama. Kita lebih banyak diam selama perjalanan hingga taxi berhenti didepan rumahmu. Kamu berpamitan lalu turun. Hanya anggukan yang aku berikan sebagai respon. Lalu aku menatapi punggungmu yang bergerak masuk rumah dengan perasaan yang sesak tak terkira. Aku sudah melakoni dengan sempurna. Aku baik-baik saja.... Aku berusaha terbiasa menatap punggungmu yang berbalik pulang tanpa mengharapmu untuk menoleh kearahku. Aku baik-baik saja.... berjalanlah lurus... aku baik-baik saja....



Pict from here

Read More

Minggu, 25 Mei 2014

Kini, Aku Baik-Baik Saja...


Tak perlu seseksama itu kau memperhatikanku. Tak perlu sedetail itu kau membuntuti keberadaanku. Tak perlu kau memperhatikanku pada setiap cela yang kulewati. Sudah tak perlu. Aku sudah lebih baik sekarang. Semua sulit, sakit, kecewa, kesedihan yang kau sebabkan pada hari-hari sebelum kemarin sudah kulewati dengan hati-hati. Aku tertatih. Sungguh tertatih-tatih. Tapi sudahlah tak perlu kau tahu seberapa rumitnya itu. Kau hanya perlu tahu, aku sudah baik-baik saja sekarang.

Sudahlah... kau tak perlu menoleh lagi usai berpamitan pulang. Pulanglah saja, cukup menatap lurus kedepan. Tak perlu melihat kearahku lagi. Aku sudah baik-baik saja untuk menatap punggungmu tanpa mengharapmu kembali. 

Dan tenang saja. Aku sudah tidak lagi membuntuti setiap kegiatanmu, setiap apapun yang ingin kau lakukan, lakukanlah sesukamu. Aku sudah baik-baik saja untuk hidup pada jalanku sendiri.

......

"The alone may be lonely, 
but at least they have no one to lose..."






Read More

Senin, 19 Mei 2014

Unforgettable Love #1


Gadis kecil ini merengek terus kepadaku untuk menuliskan kisahnya. Akhirnya aku harus memosting tulisan ini pagi-pagi buta, disaat bayang-bayang eksotis Dieng masih terngiang indah dibenakku. Dieng...??? Iya. Aku baru kembali dari Dieng 30 menit yang lalu. hehehe... Nanti aku ceritakan trip Diengnya disini. Wait yah *-*
Aku mulai dari mana yah...? Hmmm gadis kecil ini menjebak aku pagi-pagi. Well ini ceritanya...

Gadis ini sahabat aku, sebenarnya kami seumuran. Tapi aku lebih suka memanggilnya gadis kecil karena sikapnya masih sangat kekanak-kanakan. Selama perjalananku ke Dieng, whatsApp aku tidak pernah sepi. Setiap detik, menit pasti ada saja pesannya yang ramai memenuhi kotak pesan whatsApp-ku. Dia sedang jatuh cinta sama seorang pria, dia belum memberitahuku siapa namanya.

****
"Kamu tahu gak...? aku ketemu dia itu secara gak sengaja pas acara liburan kantor awal bulan ini. Aku bahkan gak tahu dia seorang klien atau karyawan baru. Aku malas bertanya-tanya. Wajahnya asing banget dimataku." Ini pesan heboh gadis ini tengah malam. Mengganggu tidur malamku di Dieng yang super duper dingin itu, sekaligus membuatku bingung dengan pesannya yang ambigu. Gadis kecil ini memang selalu seperti ini. Selalu curhat tanpa kenal waktu dan tanpa kata pengantar, dia selalu menuju ke hal yang membuat pembaca/pendengarnya kebingungan. Tapi selalu aku maklumi, karena dia sudah sangat kukenal. 

"Lalu... Ambigu lagi???" Aku membalas tanpa berpikir. 
"Ihhh.... Aku juga belum tahu namanya. Pokoknya aku gak bisa tidur karena mikirin dia, makanya aku cerita aja. Eh tunggu... tapi pas pertama kali ketemu dia itu, aku biasa aja lho... maksudnya aku gak tertarik sama sekali sama dia. Serius...!!! Tapi kenapa aku jadi kepikiran dia terus yahh.... Arrgghhh tau ah. Tidur lagi yukkk..." Idih dasar gadis kecil, selalu tidak jelas. Setelah bikin aku bingung sekaligus penasaran tengah malam. Sekarang mengakhiri pesan begitu saja.... 

Lah, ngapain aku pikirin..? :D Dan aku pun tarik selimut lagi. Lalu lanjut tidur di dataran tinggi Dieng yang dingin membeku itu.

****

Pagi-pagi

"Hei.... kamu udah nulis belum??"
"Hah??? Nulis apaan....?" Gadis kecil ini mengirimiku pesan pagi-pagi, dini hari deh tepatnya. Pukul 2.30 ketika aku sedang bersiap-siap untuk treking ke Bukit Sikunir berburu sunrise. Dan lagi-lagi gak jelas.... 

"Nulis ceritaku'lah yang semalam. Siapa tau dia juga baca."
"Lah... hei gadis kecil. Cerita apa??? intinya pun gak ada kan? kamu cuma ngirim pesan dengan kata-kata ambigu yang bikin aku bingung tak karuan. Trus sekarang minta ditulisin cerita?? Hadeh... sudah ah. Gak jelas."

Dan seharian kemarin aku di kirimin pesan terus gak jelas. Merengek minta ditulisin. Gadis kecil itu bahkan tidak tidur semalaman. Sibuk menghitung kapan aku tiba di Jakarta. Sampai-sampai dia menelpon aku tepat pas aku baru saja pulang dan buka pintu kamar tidur. Masih dengan rengekan yang sama. "Tulisin ceritaku... judulnya Unforgettable Love yah.... eh dikasih part yah... hhmmm... berarti kali ini past one kan????

Akhirnya tulisan ambigu ini pun terjadi aku pun berpura-pura tidak mengerti tentang judul yang diminta "Unforgettable Love". Sudahlah. Ikuti saja. Meskipun judul dan isi tulisan ini sungguh gak nyambung. Yang penting gadis kecil ini senang deh. Ntar juga pasti dia cerita lagi. Semoga kali berikutnya jelas ceritanya.

Baru kali ini tulisanku ambigu, gak jelas gini. #hadeh.Dasar.Gadis.Kecil.





Read More

Rabu, 07 Mei 2014

PEREMPUAN DAN SENJA

Another Story of Twilight

Oleh : Wilhelmina Mitan

Pict from here

Perempuan itu terus berjalan menyusuri pantai. Sore itu. Aku menguntitnya sambil memperhatikan langkahnya yang gontai. Menginjak kembali bekas kakinya di hamparan pasir. Seringkali ia berhenti sekedar mematung disuatu tempat sambil memandang lurus hamparan laut di depannya. Wajahnya datar tak berekspresi. Sesekali tangannya bergerak, merapikan helaian rambutnya yang berterbangan berantakan karena kejahilan angin pantai.

Aku melihat ke ufuk barat, matahari sebentar lagi kembali ke peraduannya.  Senja segera tiba. Mungkin wanita itu sedang menunggu senja. Batinku, menjawab sendiri rasa penasaran yang menghimpitku tentang perempuan itu. Aku menatap kesekeliling pantai. Senja kali ini sepi. Tak ramai seperti biasanya.

****

Aku memang sering datang kesini, tepat lima belas menit sebelum pukul lima. Aku sengaja menunggu senja. Menyaksikan puing-puing matahari berwarna merah jambu adalah kewajibanku setiap sore tiba. Pada musim apapun aku akan terus berada disini. Mengantar matahari. Dan menyambut senja. Lalu mengucapkan selamat datang kepada malam.

Lalu perempuan itu. Aku baru melihatnya tujuh hari terakhir ini. Ia selalu datang tepat pukul lima. Mengenakan baju yang sama, kemeja orange, dengan sebuah syal putih yang setia menggantung di lehernya. Petualangan senjanya selalu diawali dengan langkah gontai menelusuri pantai, menatap laut, lalu berakhir di gubuk kecil pinggir pantai ini. Sore ini aku sengaja menunggunya. Aku ingin ngobrol dengannya. Mungkin ia butuh teman ngobrol.

****

Senja sore ini perlahan mulai memudar. Langit merah jambu perlahan menjadi kehitaman. Hari sudah gelap. Perempuan itu sedang duduk di gubuk itu. Menatap laut. Sendirian. Aku melangkah mendekat. Duduk disampingnya. Ia tetap diam. Ekspresinya tetap datar. Tanpa senyum. 

Sudah malam ya…?” aku memulai obrolan. Perempuan itu hanya menoleh kearahku tanpa menjawab.

Senja sudah pergi. Aku sangat menyukai senja. Karena itu aku sering kesini ketika sore tiba. Senja telah mengajarkanku banyak hal tentang arti menunggu yang sesungguhnya.”

Menunggu…???” kalimatku telah memancing suaranya. Mungkin saja hanya kata menunggu yang menarik baginya.

Aku benci kata menunggu. Aku tidak tertarik dengan senja.” Lanjut perempuan itu seakan mengetahui jalan pikiranku. Aku terdiam. Aku bingung. Jika ia tidak menyukai senja lantas mengapa ia selalu mengunjungi pantai menjelang senja??? Mungkinkah ia hanya menyukai suasana pantai disore hari. Ah ntahlah… Aku masih enggan bersuara. Aku terus terdiam, hingga ia melanjutkan kalimatnya.

****

Aku seorang perempuan yang mengagungkan senja. Mencintai setiap alur merah jambunya yang merona indah menjelang malam. Bagiku senja mengajarkan tentang arti menunggu yang sesungguhnya. Bahwa tidak akan ada hal yang sia-sia pada setiap tunggu. Seperti ketika aku merindukan senja pada pagi hari dan harus menunggunya datang pada sore hari menjelang malam. Seperti ketika aku sedih berpisah dengan senja pada sore hari dan harus menunggu lagi kedatangannya di esok hari. Dan senja memang tidak pernah ingkar. Senja pasti datang tepat waktu kepadaku yang selalu menunggunya. Ini sebuah pelajaran berharga yang diajarkan senja kepadaku. Dan aku meyakini arti menunggu ini pada setiap hal yang kutunggu disepanjang hidupku. Tentang angan, cinta dan cita. Aku yakin semua akan datang tepat waktu kepadaku yang selalu menunggu.

****

Dia membawaku kesini saat first date. Ada kisah yang tertinggal di pantai ini. Kala itu, setelah selesai menjepret pemandangan sekeliling pantai. Aku dan dia beristirahat digubuk ini. Aku menyandarkan wajahku dibahunya sambil melihat foto-foto pada kamera yang ia pegang. Sesekali ia menjahiliku dengan candanya. Membuatku kesal lalu minta maaf sambil memelukku erat sekali. Bahkan  hangat peluknya masih bisa kurasakan hingga kini. Perempuan itu melanjutkan kalimatnya, membuyarkan lamunanku tentang senja.

Dia…???? Siapa??? Pacar kamu??” Aku melontarkan pertanyaan beruntun padanya. Perempuan itu tersenyum lalu meneruskan ceritanya tanpa menjawab pertanyaanku secara lengkap.

Dia lelaki yang sangat aku kagumi. Aku mencintai hingga detik ini dan pada detik-detik selanjutnya yang tak terdefinisi. Aku datang kesini karena sedang menyusun kembali kenangan yang tercecer. Kenangan tentang kami. Aku datang kesini bukan karena senja apalagi menunggu.”

Lalu dimana pria itu saat ini…???” tanyaku lagi, aku semakin penasaran.

Dia pergi ke ruang yang tak bisa kurengkuh

Meninggal???”

Masih hidup. Hanya saja ia memilih ruang yang bukan aku.”

Lalu…. Untuk apa kamu masih menyusun kembali kenangan tentangnya??? Bukankah itu hanya buang-buang waktu, karena kenyataannya kamu sudah tak bisa merengkuhnya???”

Untuk menyamarkan kenyataan. Terlalu sakit jika aku hidup dalam kenyataan yang sebenarnya. Aku tahu ini memang tak bisa diubah lagi. Aku tak sanggup bertahan dengan keadaan yang begini adanya. Maka aku harus menyusun kembali kenangan tentangnya. Merasakan kembali hangat tubuhnya setiap kali aku memeluknya. Canda, tawa yang terngiang telinga. Senyum dan perhatiannya yang terlihat jelas dalam benak. Meski sendirian, namun aku bisa merasakan kembali ada’nya meski tiada. Itu membuatku merasa lebih baik.” Lalu perempuan itu tersenyum menatapku. Aku hanya diam tanpa ekspresi. Aku masih berusaha mencerna kata-katanya barusan. Aku memaksa otak dan akalku untuk bekerja cepat. Namun sebelum aku bisa memahami dengan benar kalimatnya. Ia sudah melangkah pergi, meninggalkanku tanpa pamit. Perempuan itu melangkah gontai kearah timur, sambil merapikan letak syalnya.

Hening…. Hanya suara ombak yang menguasai pantai ini. Aku masih terpaku di gubuk ini. Sambil terus memperhatikan perempuan itu yang kini hampir tak terlihat dari pantai. Ia terus bergerak kearah timur. Sesekali ia berhenti. Berdiri mematung memandang hamparan laut lepas.

Mungkin disana… ada kenangan lain yang masih perlu ia kemas. Aku membatin. Lalu berdiri meninggalkan gubuk. Aku berjalan keselatan. Menuju halte bus kota untuk kembali ke rumah.

****

Perempuan itu memang tidak menyukai senja. Namun ia tetap mengunjunginya, dengan alasan kenangan. Dan tanpa ia sadari senja telah mengajarkan sesuatu yang lain kepada perempuan itu. Bahwa senja tidak selamanya membawa kisah yang sama


The End




Read More

Senin, 14 April 2014

Don't Cry Big Girl


"Kangen kamu sayang. Kangen moment ini."
"Sama. Aku juga sayang. Nanti kita ciptakan moment-moment seperti ini lagi ya."
"Ia sayang..."

Aku menemukan kata sayang dalam percakapan mereka dibawah sebuah potret mesra pada sebuah jejaring sosial.Percakapan antara seorang pria yang sangat kukenal dengan seorang wanita ntah siapa. Aku terpekur menatap timeline itu. Berpikir ribuan kali tentang ada apa dengan dua orang itu. Aku berusaha menggerakkan tanganku, menelusuri timeline untuk menemukan informasi. Mataku bergerak cepat dan panik. Aku takut jika menemukan kebenaran yang tidak akan pernah kurelakan.

Namun kebenaran apapun itu tidak pernah sepenuhnya komproni dengan segala jenis keinginanku. Kebenaran yang ada di depan mataku ini tidak pernah akan peduli dengan perasaanku ini, seberapa tulus pun yang telah aku berikan selama ini. Kebenaran akan tetap berdiri tegak. Mereka telah berpacaran. Ntah sudah berapa lama, yang jelas saat ini mereka sedang berpacaran. Aku tak mampu apa-apa selain menundung sendu dan menahan tangis. Aku bingung harus bagaimana menghilangkan perasaan yang terlanjur ada ini... Aku harus bagaimana???

****

Wanita itu...
Aku tidak mengenalnya secara langsung. Aku mengetahui namanya pun hanya dari jejaring sosial itu. Tentang siapa dia??? Aku pernah mendengar cerita singkat dari Pria itu, dulu. Akhir tahun lalu. 
"Aku berkenalan dengan seorang wanita di sebuah acara pernikahan. Dia adik sepupunya Dora. Namanya...."
Cerita pria itu sambil menujukan foto wanita itu. Kala itu aku kurang terlalu menanggapi lebih tentang siapa sebenarnya wanita itu. Lagipula cerita tentang wanita itu pun hanya kudengar sekali itu saja. Dan selanjutnya selama kebersamaan kami, dia tak lagi membicarakan tentang wanita itu. Hingga aku tahu, wanita itu telah menjadi pacarnya saat ini.

Pria itu....
Aku tidak sekedar 'sangat mengenalnya'. Aku memiliki sebuah perasaan yang membuatku merasa memilikinya sepenuhnya. Aku mengaguminya. Aku mencintainya. Aku menyayanginya setulus aku mendoakannya setiap detik untuk menenangkan rindu yang seringkali datang menggebu, setulus aku menyebut namanya dalam setiap doa untuk setiap mimpi dan perjuangannya. Aku selalu berusaha ada didekatnya setiap kali dia membutuhkan seorang teman, seorang penyemangat, seorang pendengar... aku akan selalu ada di sana, disisinya untuk menemaninya, menyemangatinya, mendengar setiap cerita konyolnya hingga curahan hatinya yang sesekali menyesakkan dada. Aku tidak pernah menganggap itu membuang waktu, aku akan dengan setia disisinya, menemaninya selalu dan selalu pada setiap kesempatan. Namun ntah aku dianggap siapa baginya??? Ntah aku memiliki kekurangan apa, hingga ia memilih menemukan seseorang lain??? 

****
Aku tidak memiliki hak untuk komplain. Aku hanyalah seorang biasa disampingnya. 
Aku hanya mampu berdiri diam. Menghadapi kenyataan ini dengan kesedihan yang harus aku kendalikan sebisa mungkin.... Aku tidak perlu meminta penjelasan. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah Memy, seperti bagaimana dia memanggilku...


"The winner takes it all, a lover or a friend. And I am standing small.
Beside the victory. That's HER destiny" #DontCryBigGirl





Read More